KEADILAN RESTORATIF SEBAGAI WUJUD REKONSTRUKSI BAGI ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM

  Jumat, 07 September 2023 - 12:19:52 WIB   -     Dibaca: 1695 kali

KEADILAN RESTORATIF SEBAGAI WUJUD REKONSTRUKSI BAGI ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM

Dawud Budi Sutrisno Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untag Surabaya Telah Berhasil Meraih Gelar Doktor Ilmu Hukum Pada 20 Juli 2018 Di Ruang Ing Sukonjono Graha Wiyata Lantai 1 UNTAG Surabaya, Dengan Judul Disertasi “Keadilan Restoratif Sebagai Wujud Rekonstruksi Bagi Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum”.

Dalam kesimpulan disertasinya, ia menyatakan “Dalam sistem peradilan pidana anak penjatuhan pidana sifatnya adalah ultimum remidium artinya dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi anak yang berkonflik dengan hukum justru diutamakan pelaksanaan restoratif justice  melalui diversi. Kasus-kasus ABH yang dibawa dalam proses peradilan adalah kasus-kasus yang serius saja, itu juga harus selalu mengutamakan prinsip kepentingan terbaik bagi anak, serta proses penghukuman adalah jalan terakhir ( Ultimum Remedium) dengan tetap tidak mengabaikan hak-hak anak. Diluar itu kasus-kasus anak dapat diselesaikan melalui mekanisme non formal yang didasarkan pada pedoman yang baku. Bentuk penanganan non formal dapat dilakukan dengan diversi sebagaimana proses mediasi yang difasilitasi oleh penegak hukum pada setiap tingkat untuk mencapai keadilan restoratif yang dapat diselesaikan dengan mewajibkan anak yang berhadapan dengan hukum untuk mengikuti pendidikan atau pelatihan pada lembaga tertentu seperti berupa tindakan lainnya yang dilakukan dengan pemulihan bagi anak serta korban, ataupun jika terpaksa terjadi penghukuman hak-hak anak tidak boleh diabaikan. Sehingga pada akhirnya penanganan nonformal dapat terlaksana dengan baik jika diimbangi dengan upaya menciptakan sistem peradilan yang kondusif.

Kemudian dalam kesimpulan yang kedua Disertasi Dr. Dawud Budi Sutrisno SH., MH menyatakan dalam sistem peradilan pidana anak jelas menganut double track system artinya sanksi dalam sistem peradilan pidana anak selain pidana juga ada tindakan. Dalam perkara anak yang berkonflik dengan hukum, maka anak harus dipandang sebagai korban, serta mengingat sistem peradilan pidana anak menganut keadilan restoratif dan menempatkan pidana, khususnya penjara sebagai ultimum remedium, maka rekrostruksi sanksi terhadap anak seharusnya menonjol pada tindakan, maka lebih tepat apabila tidak ada pasal yang multi tafsir. Dalam Pasal 70 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana  : Ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan. Pasal ini sangat subyektif sehingga menimbulkan kelemahan yang dapat gagalnya pelaksanaan Keadilan Restoratif maupun Diversi, untuk mengantisipasi perlu peran BAPAS. Dalam proses peradilan anak yang berkonflik dengan hukum, BAPAS memiliki peran yang cukup besar oleh karena peran BAPAS dari proses penyidikan, penuntutan serta pengadilan harus hadir dalam proses Diversi. Disisi lain dfaktor penilaian subjektif BAPAS juga cukup berpengaruh pada putusan hakim, oleh karena sebelum hakim menjatuhkan putusan terlebih dahulu mendengar dari pendapat BAPAS. Pasal 70 yang bersifat subyektif akan menimbulkan adanya pemaksaan agar terjadi proses perdamaian dari pihak Kepolisian dan Kejaksaan yang merupakan hasil pendekatan (suap) keluarga pelaku dengan pihak Kepolisian dan Kejaksaan.

Video Ujian Terbuka https://youtu.be/3bLvmHRn3aQ

*imelda


Untag Surabaya || Fakultas Hukum Untag Surabaya || SIM Akademik Untag Surabaya || Elearning Untag Surabaya